Lem merupakan bahan perekat yang digunakan untuk menghubungkan dua permukaan berbeda secara permanen atau sementara. Kemampuan lem untuk menempel didasarkan pada dua sifat utama, yaitu adhesi dan kohesi. Adhesi mengacu pada kemampuan molekul lem untuk menempel pada permukaan benda lain, sedangkan kohesi merujuk pada kemampuan molekul-molekul lem untuk saling tarik-menarik agar tetap menyatu. Kombinasi kedua sifat ini memungkinkan lem membentuk ikatan kuat antara permukaan yang direkatkan.

Ketika lem diaplikasikan, molekul-molekulnya menyebar dan mengisi celah-celah kecil pada permukaan benda. Proses ini penting untuk memastikan kontak maksimal antara molekul lem dan permukaan benda. Setelah menyebar, molekul-molekul lem mulai berinteraksi dengan molekul-molekul permukaan melalui gaya tarik-menarik, seperti gaya van der Waals atau ikatan hidrogen. Semakin kuat interaksi ini, semakin baik lem menempel pada permukaan tersebut.

Proses pengeringan atau pengerasan menjadi tahap penting berikutnya. Pada lem berbasis pelarut, pengeringan terjadi ketika pelarut dalam lem menguap, meninggalkan molekul-molekul perekat dalam keadaan padat. Pada lem berbasis reaksi kimia, seperti lem epoxy, ikatan kuat terbentuk melalui reaksi polimerisasi yang mengubah lem cair menjadi padat. Proses ini menghasilkan struktur yang stabil dan mampu menahan tekanan pada sambungan.

Faktor-faktor lain yang memengaruhi kemampuan lem untuk menempel meliputi sifat permukaan dan jenis lem yang digunakan. Permukaan yang bersih, kasar, dan memiliki energi permukaan tinggi lebih mudah ditempeli lem dibandingkan permukaan licin atau berminyak. Jenis lem juga berperan penting; misalnya, lem super (cyanoacrylate) dapat membentuk ikatan kimia yang sangat kuat pada berbagai jenis permukaan dalam waktu singkat.